gravatar

"Menggunakan", bukan "Belajar" Bahasa Inggris

Oleh RIKA RACHMITA SUJATMA

DALAM pembelajaran bahasa Inggris sering kali tersirat satu masalah yang dialami dan menjadi kendala bagi hampir kebanyakan orang Indonesia, yaitu bagaimana menguasai bahasa Inggris untuk mendukung pencapaian pribadinya.

Ada satu kesalahan yang sering dilakukan untuk menguasai bahasa Inggris tersebut, yaitu kita selalu "belajar bahasa Inggris", bukan "menggunakan bahasa Inggris". Ini adalah tantangan yang harus ditaklukkan. Dalam kesempatan ini, saya ingin berbagi pengalaman tentang apa yang dilakukan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Inggris di SMAN 1 Subang.

Kami menyadari, dari pengalaman kami mengajar ternyata alokasi waktu yang tersedia untuk pembelajaran bahasa Inggris sangat tidak cukup, akibat beban kurikulum yang padat. Sementara, kami dituntut agar peserta didik dan lulusan dapat menguasai empat keterampilan berbahasa yaitu listening, reading, speaking, dan writing.

Dengan jumlah rata-rata 36-40 siswa di dalam satu kelas, kesempatan menguasai keterampilan itu sangat sedikit. Oleh karena itu, dari hasil pengamatan tersebut, kami menambah satu mata pelajaran lagi yang kami sebut vokasional bahasa Inggris dengan alokasi waktu 2 x 45 menit per minggu per kelas untuk seluruh tingkatan kelas.

Pelajaran vokasional bahasa Inggris ini tidak mengajarkan bahasa Inggris vokasional seperti english for tourism atau english for banking atau english for technical engineering, dll. Pelajaran vokasional bahasa Inggris ini adalah pelajaran yang melatih siswa untuk berpikir secara kritis, analitis, dan logis, namun dilaksanakan dalam bahasa Inggris. Alasannya, jika siswa belajar bahasa Inggris untuk kepentingan vokasi, kosakata, istilah, latar belakang, dan waktunya hanya terbatas pada bidang yang sedang dipelajarinya.

Misalnya, "Good morning madame, can I help you to fill this form?" atau "Have you reserved the room in advance?" dll. Namun, jika kita mengajarkan siswa berpikir kritis, analitis, dan logis, ada beberapa hal yang bisa dikuasai oleh mereka, yaitu (1) wawasan yang luas (2) Kosakata yang kaya (3) Peningkatan kemampuan empat keterampilan berbahasa yaitu listening, redaing, speaking, dan writing (4) siswa memiliki kedalaman berpikir yang tidak hanya terbatas pada penguasaan masalah besarnya, tapi mampu mengelaborasinya sampai kepada detail.

Kami menekankan kepada siswa bahwa pelajaran vokasional bahasa Inggris bukan pelajaran bahasa tapi bantuan kepada siswa untuk menunjukkan siapa dirinya melalui kemampuan mengungkapkan ide dan pendapatnya namun dilaksanakan dalam bahasa Inggris.

Kami memulai dengan menetapkan standar kompetensi, disebut SK, yaitu (1) berkomunikasi dan menginterpretasi ide dalam situasi formal dan informal/ to communicate and interpret ideas through formal and informal speaking situation (2) Berkomunikasi dan menginterpretasi ide dalam berbagai konteks/ to communicate and interpret ideas in a range of contexts dan (3) Berkomunikasi melalui ide personal dan atau berdasarkan hasil observasi/riset/ to communicate through personal and researched ideas.

Dari penetapan SK tersebut, kami lanjutkan dengan penetapan kompetensi dasar, atau disebut KD, dan ini dilakukan berjenjang dimulai dari hal yang sederhana menuju ke hal yang lebih kompleks. Misalnya untuk kelas X dimulai dengan menceritakan pengalaman yang telah dialami, menggambarkan ciri-ciri fisik teman sekelas, menceritakan tentang lagu yang pernah didengar atau cerpen/buku yang pernah dibaca. Kemudian untuk kelas XI KD yang ditetapkan adalah menceritakan peristiwa lucu yang pernah dialami, membaca puisi yang disukai, mengomentari satu surat pembaca dalam sebuah koran, dan sebagainya. Tentu semuanya dilaksanakan dalam bahasa Inggris!***

Penulis, guru bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Subang.